FESTIVAL JEGOG MEREFLEKSIKAN KEGEMBIRAAN MASYARAKAT JEMBRANA

Meskipun seni musik di dunia saat ini mengalami perkembangan yang sangat cepat dengan modernisasinya, namun Seni Musik Jegog, salah satu kesenian khas yang menjadi milik Kabupaten Jembrana yang nada-nadanya berasal dari bilah-bilah bambu, gengsinya terlihat terus meningkat. Hal tersebut terbukti saat Festival Jegog yang diselenggarakan serangkaian dengan peringatan Ulang Tahun ke 119 Kota Negara, Jumat (29/8) malam di Halaman Gedung Kesenian Bung Karno (GKBK) Jembrana, yang ditonton oleh masyarakat Jembrana yang memenuhi halaman GKBK Jembrana, mulai dari anak-anak hingga orang tua sekalipun, sangat betah menonton Jegog hingga selesai.

Seni gambelan jegog yang diciptakan oleh Kiyang Geliduh seorang seniman yang tinggal di Banjar Sebual Desa Dangin Tukadaya Kecamatan Jembrana pada tahun 1912 silam. Sebagai produk seni musik asli masyarakat Jembrana, seni gambelan jegog awalnya hanya berupa tabuh barung yang hanya berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat yang sedang bergotong royong membuat atap rumah yang terbuat dari daun kelapa yang di’cucuk’, dalam kegiatan itu beberapa orang lainnya menabuh gambelan jegog. Pemberian nama Jegog sendiri menurut sejumlah sumber menyebutkan, saat mulai terciptanya seni musik ini, pemainnya dalam memukul bilah-bilah bambu yang menciptakan nada-nada duduk dengan jongkok dibelakang gambelan dalam bahasa Jembrana disebut ‘nyelegodog’, dan masyarakat Jembrana yang melihat penabuh sering mengatainya dengan ‘Jeg nyelegodog’. Dari sinilah kemudian muncul nama Jegog dan nama tersebut tetap lestari hingga kini.

Kesenian jegog sudah puluhan kali mengikuti festival baik didalam negeri maupun diluar negeri. Dari berbagai festival yang diikuti oleh seniman jegog Jembrana, Festival Jegog Mebarung yang digelar saat peringatan ulang tahun Kota Negara ke 119 di GKBK Jembrana, merefleksikan kegembiraan masyarakat Jembrana sebagai sebuah ungkapan perasaan dari terciptanya sebuah karya seni khususnya gambelan tradisional yang memiliki nilai tinggi dan tiada duanya di Bali bahkan di Indonesia dan dunia sekalipun. Kegembiraan tersebut tercermin dari tabuh yang dialunkan maupun gaya penabunya yang menunjukkan keceriaan meskipun festival itu sendiri dikompetisikan. Tidak itu saja, tarian-tarian yang ditampilkan dengan iringan musik Jegog juga memperlihatkan rasa suka cita penarinya. Refleksi kegembiraan para penabuh dan penarinya membuat para penontonnya larut dalam suka cita. Mereka memberikan semangat dan tepuk tangan pada setiap tabuh maupun tarian yang yang ditampilkan.

Festival Jegog Mebarung yang diikuti oleh lima Sekaa (Group) mewakili lima Kecamatan di Kabupaten Jembrana ini, masing-masing menampilkan dua jenis tabuh dan dua jenis tarian. Mereka adalah Sekaa Jegog Candra Dwipa dari Kecamatan Melaya, Sekaa Jegog Danu Suara Agung dari Kecamatan Negara, Sekaa Jegog Purwa Gita dari Kecamatan Jembrana, Sekaa Jegog Ayu Murti Suara dari Kecamatan Mendoyo dan Sekaa Jegog Anantha Swara dari Kecamatan Pekutatan. Kelima sekaa ini secara berurutan menampilkan Tabuh Truntungan. Tabuh ini menjadi pembuka bagi setiap sekaa yang tampil. Nada dan melody Tabuh Truntungan ini sangat halus dan lembut. Penonton pun sadar ketika melodi ini mulai ditabuh semuanya diam untuk mendengarkan alunan nada yang lembut, sehingga dapat didengar dengan baik. Mendengarkan tabuh truntungan seperti ada gelombang yang berirama. Pada penampilan kedua Gambelan Jegog yang penabuhnya berjumlah 11 orang ini menampikan Tari Kreasi, yang digarap sendiri oleh sekaanya. Namun adapula yang menarikan tari yang sudah ada seperti Tari Makepung yang diolah dan dikreasikan menjadi lebih baru. Setelah Tari Kreasi setiap sekaa menampilkan Tabuh Kreasi. Dalam Tabuh Kreasi ini, kreasi para penabuh sangat kental, sebab tabuh yang ditunjukkan tidak hanya sebatas suara tabuh yang berasal dari bambu, tetapi ada juga yang mengkreasikannnya dengan alunan lagu penabuhnya maupun dengan yel yel.
Menariknya lagi adalah saat penampilan ketiga berupa Tari Jejogedan. Tari Jejogedan sejatinya adalah tari pergaulan bagi kalangan anak muda antara pria dan wanita, yang berjoged mengikuti irama yang ditabuh. Pada jejogedan ini selain sekaanya sudah membawa penari prianya, namun juga melibatkan penari pria dari penonton. Bahkan saat festival di GKBK tersebut, Bupati Jembrana I Putu Artha maupun Wakilnya I Made Kembang Hartawan pun ditunjuk penari wanita untuk berjoged. Kreasi baru pun terjadi dalam tari jejogedan, malam itu Tari Jejogedan yang dibawakan oleh Kecamatan Melaya mengungkap sebuah cerita tentang seorang penjudi sabung ayam.

Yang paling ditunggu-tunggu oleh penggemar jegog adalah Tabuh Mebarung. Tabuh mebarung ini bersifat keras karena dimaksudkan untuk menguji tingkat kekerasan suara yang dihasilkan dari bambu masing-masing sekaa. Sehingga setiap penabuh harus memukul bilah-bilah bambu dengan sekeras-kerasnya namun tetap berima. Kelima sekaa secara serempak menggembuk gambelannya dengan sekuat tenaga. Meskipun mereka saling adu kuat-kuatan unjuk suara, tetapi tetap dalam cerminan kegembiraan.

Saat ini seni jegog telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, musik tradisional khas Jembrana ini juga mampu berkolaborasi dengan musik modern baik musik pop, rock maupun musik melayu. Jika sebelumnya para penabuh jegog hanya dilakukan oleh laki-laki saja, namun kini kaum perempuan juga tidak mampu menabuh jegog. Bahkan saat festival di GKBK Jembrana, salah satu sekaa dari Kecamatan Mendoyo, diantara 11 orang penabuh, seorang penabuhnya adalah wanita dan ia justru sebagai patus nya alias pemimpin tabuh. (02.hmj).

Kembali