AKUNTABILITAS PERPUSTAKAAN MENUJU PERPUSTAKAAN DENGAN MANAJEMEN MODERN

01 Jun 2010 Posted By: pad (dilihat 15713 kali)



Akuntabilitas adalah suatu hal penting dalam suatu organisasi dan proses Akuntabilitas sudah senantiasa dilakukan oleh lembaga-lembaga birokrat di pemerintahan yang bertujuan untuk memastikan apakah suatu lembaga birokrat telah berhasil mencapai tujuan seperti yang direncanakan dalam strategi manajemennya . hal ini mengacu pada Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 , Undang – undang No. 28 Tahun 1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN, Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 s/d 2009. Dan berdasarkan pada Inpres Nomor 7 Tahun 1999 setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah wajib menyusun Perencanaan Strategik ( Renstra ) untuk masa lima tahun. Setelah berlangsung beberapa tahun, Inpres Nomor 7 Tahun 1999 dipandang masih belum optimal dalam mencapai Good Governance. Inpres Nomor 7 Tahun 1999, baru mampu menggerakkan birokrasi untuk melaksanakan akuntabilitas dan Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN dalam tataran wacana. Sebagai langkah penyempurnaan, maka pemerintah menerbitkan Intruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Intruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 mengamanatkan agar setiap penyelenggara pemerintah mewujudkan Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik yang diterapkan dalam bentuk Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Sistem AKIP). tiga factor penting dalam penilaian sebuah lembaga birokrasi dalam kaitannya dengan akuntabilitas yaitu : verifikasi penggunaan sumber daya yang tersedia, pencapaian target dan penilaian output yang dihasilkan.
Perpustakaan yang selama ini dianggap sebagai organisasi nirlaba dan masih sebagian besar masyarakat belum optimal memanfaatkan Perpustakaan sebagai sumber ilmu pengetahuan, sebagai tempat rekreasi rohani dan sekaligus sebagai tempat rujukan sumber refrensi, kedepannya diharapkan mampu mengikuti trend sebagai organisasi modern yang mempunyai tujuan dan strategi dalam pengembangannya. Untuk itu jelas diperlukan suatu manajemen atau pengelolaan yang modern seperti perlunya perencanaan strategi, positioning perpustakaan, pengembangan produk dan strategi marketing, pengembangan SDM yang berkualitas termasuk pengisian tenaga fungsional perpustakaan sampai dengan masalah evaluasi atau akuntabilitas terhadap organisasi.
Sebenarnya untuk organisasi seperti perpustakaan tidak boleh meremehkan apa arti akuntabilitas sebuah organisasi karena di dunia saat ini perusahaan hebat sekelas Boeing dan Microsoft pun tidak melupakan peran akuntabilitas organisasi yang hasilnya nanti dapat digunakan dalam penentuan strategi kebijakan kedepan.
KONSEP DAN ARTI AKUNTABILITAS
Dalam definisi tradisional, Akuntabilitas adalah istilah umum untuk menjelaskan betapa sejumlah Lembaga telah memperlihatkan bahwa mereka sudah memenuhi misi yang mereka emban. Definisi lain menyebutkan akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat. Konsep tentang Akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa inggris biasa disebut dengan accoutability yang diartikan sebagai “yang dapat dipertanggungjawabkan”. Atau dalam kata sifat disebut sebagai accountable. Lalu apa bedanya dengan responsibility yang juga diartikan sebagai “tanggung jawab”.
Pengertian accountability dan responsibility seringkali diartikan sama. Padahal maknanya jelas sangat berbeda. Beberapa ahli menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan birokrasi, responsibility merupakan otoritas yang diberikan atasan untuk melaksanakan suatu kebijakan. Sedangkan accountability merupakan kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasi otoritas yang diperolehnya tersebut.
Berkaitan dengan istilah akuntabilitas, Sirajudin H Saleh dan Aslam Iqbal berpendapat bahwa akuntabilitas merupakan sisi-sisi sikap dan watak kehidupan manusia yang meliputi akuntabilitas internal dan eksternal seseorang. Dari sisi internal seseorang akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang tersebut kepada Tuhan-nya. Sedangkan akuntabilitas eksternal seseorang adalah akuntabilitas orang tersebut kepada lingkungannya baik lingkungan formal (atasan-bawahan) maupun lingkungan masyarakat. Deklarasi Tokyo mengenai petunjuk akuntabilitas publik menetapkan pengertian akuntabilitas yakni kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajeria dan program. Ini berarti bahwa akuntabilitas berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi (penilaian) mengenai standard pelaksanaan kegiatan, apakah standar yang dibuat sudah tepat dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dan apabila dirasa sudah tepat, manajemen memiliki tanggung jawab untuk mengimlementasikan standard-standard tersebut. Akuntabilitas juga merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil pada pelayanan publik. Dalam hubungan ini, diperlukan evaluasi kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta cara-cara yang digunakan untuk mencapai semua itu. Pengendalian (control) sebagai bagian penting dalam manajemen yang baik adalah hal yang saling menunjang dengan akuntabilitas. Dengan kata lain pengendalian tidak dapat berjalan efisien dan efektif bila tidak ditunjang dengan mekanisme akuntabilitas yang baik demikian juga sebaliknya.
Media akuntabilitas yang memadai dapat berbentuk laporan yang dapat mengekspresikan pencapaian tujuan melalui pengelolaan sumber daya suatu organisasi, karena pencapaian tujuan merupakan salah satu ukuran kinerja individu maupun unit organisasi. Tujuan tersebut dapat dilihat dalam rencana stratejik, rencana kinerja, dan program kerja tahunan, dengan tetap berpegangan pada Rencana Jangka Panjang dan Menengah (RJPM) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Media akuntabilitas lain yang cukup efektif dapat berupa laporan tahunan tentang pencapaian tugas pokok dan fungsi dan target-target serta aspek penunjangnya seperti aspek keuangan, aspek sarana dan prasarana, aspek sumber daya manusia dan lain-lain
PERPUSTAKAAN YANG "ACCOUNTABLE"
Dalam definisi seperti yang telah dikemukakan di atas tuntutan terhadap perpustakaan sebagai lembaga publik tentunya tidak hanya sekedar menjadi “Responsibility Library” tetapi juga sekaligus “Accountable Library” atau perpustakaan yang bertanggungjawab kepada publiknya . Publik disini dapat diartikan sebagai pemakai (user), pegawai (pejabat structural,pustakawan dan staf perpustakaan), pemilik perpustakaan (pemerintah ) dan lingkungan dalam segala aspek yang berkaitan dengan operasional perpustakaan. Sehingga di masa dating perpustakaan dapat menjadi institusi yang mempunyai tanggung jawab Sosial atau Social Responsibility. Gagasan baru dapat menjadi Library Social Responsibilty, dimana tolak ukurnya adalah dimilikinya identitas sebagai accountable library. Dalam kaitannya dengan akuntabilitas terhadap perpustakaan saat ini perpustakaan nasional dan perpustakaan daerah dapat dijadikan contoh. Regulasi dari pemerintah berupa Peraturan Inpres RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagaimana telah disinggung diatas dapat menjadi pedoman perpustakaan-perpustakaan pemerintah sebagai acuan sebuah “library accountable” . Meskipun secara umum di dunia kepustakawanan belum dikenal standar akuntabilitas khusus bagi pengelolaan perpustakaan namun beberapa perpustakaan di luar negeri banyak mengadopsi ukuran-ukuran akuntabilitas seperti AA1000, Global Reporting Initiative, Verite, SA800,iSO14000 dan iSO9001. ISO 9001 lebih dikenal di Indonesia sebagai standar mutu internasional pengelolaan organisasi. Penerapan ISO di organisasi berguna untuk :
1. Meningkatkan citra organisasi dan kinerja lingkungan organisasi, sekaligus meningkatkan efisiensi kegiatan
2. Memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan perencanaan, pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan (plan, do, check, act)
3. Meningkatkan penataan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal pengelolaan lingkungan
4. Mengurangi resiko usaha dan Meningkatkan daya saing
5. Meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai pihak yang berkepentingan
6. Mendapat kepercayaan dan dukungan dari dari pengguna,mitra kerja dan pihak penguasa.
INDIKATOR AKUNTABILITAS PERPUSTAKAAN
Menurut Guy Benveniste dalam bukunya yang berjudul Birokrasi ada 3 (tiga) jenis intervensi akuntabilitas dalam sebuah organisasi yang dapat dipakai dalam pengelolaan pelayanan perpustakaan atau bidang pelayanan pemerintah lainnya.Adapun 3 (tiga) jenis intervensi akuntabilitas dalam sebuah organisasi :
1. Berkaitan dengan verifikasi penggunaan sumber-sumber organisasi. Sumber-sumber organisasi seperti halnya perpustakaan dapat berupa modal atau anggaran, sumber daya manusia ( pejabat structural, pustakawan dan staf perpustakaan ), sarana dan prasarana yang meliputi gedung perpustakaan dan fasilitasnya. Pembuatan laporan keuangan secara rutin yang telah diaudit dengan standar akuntansi yang diakui pemerintah atau internasional oleh pihak yang capable. Indikator lainnya tentu dari hasil assesment atau penilaian oleh Badan akreditasi yang diakui pemerintah misalnya Badan Akreditasi Nasional (BAN) Departemen Pendidikan Nasional. Untuk itu perpustakaan selalu dituntut untuk menyiapkan laporan tahunan yang tentunya selalu up to date
2. Mengacu pada target, program, implementasi dan evaluasi output tertentu yang diharapkan. Hal ini tentu berkaitan dengan strategi manajemen sebuah perpustakaan sehingga perencanaan program kerja, pengorganisasian atau konsolidasi, implementasi dan kontrol terhadap pelaksanaan program akan dievaluasi pada tahap akhirnya apakah sesuai dengan rencana atau tujuan yang diharapkan. Sebagai contoh sebuah perpustakaan daerah meluncurkan produk perpustakaan keliling yang diharapkan tujuannya untuk membina minat baca anak-anak sekolah atau anak-anak di daerah pelosok. Tapi kenyataannya segmen yang dituju kurang tepat misalnya mahasiswa dan hanya terbatas di kota besar saja. Tentu saja hal tersebut telah menyimpang sehingga berpengaruh terhadap penilaian sebuah perpustakaan yang accountable tadi.
3. Mengacu pada evaluasi eksternal terhadap output sebuah produk yang dihasilkan perpustakaan. Sebagai contoh apakah produk katalog online perpustakaan (OPAC) akan bernilai tinggi dimana keterbatasan akan sarana telekomunikasi sangat tinggi. Tentu produk tersebut tidak tepat dan bernilai rendah. Ketidakmampuan perpustakaan melihat kondisi pasar dalam hal ini user akan sangat berpengaruh. Tidak adanya fasilitas komputer dan sarana telekomunikasi akan membuat user atau pemakai memilih kembali pada katalog manual misalnya. Penilaian produk yang dihasilkan dari hasil program awal sebuah perpustakaan dapat dinilai dari respon pengguna perpustakaan. Jika pasar atau user sebuah perpustakaan antusias menerimanya hal ini dapat menjadi point tinggi bagi perpustakaan yang accountable tadi.
Akuntabilitas sebuah perpustakaan dalam era kompetisi saat ini sangat berpengaruh pada positioning perpustakaan, Jika indikator akuntabilitasnya baik maka pasar atau user akan merespon positif dan membuat posisi perpustakaan sebagai penyedia jasa yang capable atau dapat dipercaya sekaligus predictable atau dapat diperkirakan mutunya akan tetap kuat posisinya di pasar penyedia jasa informasi. Sebaliknya jika pasar atau pengguna merespon negatif maka perpustakaan harus segera berbenah diri dengan melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator dari akuntabilitas sebuah perpustakaan yang bertanggungjawab kepada publiknya. Respon dimaksud bisa berupa pengisian atau penambahan kuantitas/jumlah pejabat fungsional/pustakawan dengan tingkat koalitas yang senantiasa ditingkatkan, mungkin letak tempat layanan perpustakaan perlu dievaluasi/ditinjau kembali dan sebagainya.


Kembali