Polemik Un dan Upaya Memajukan Dunia Pendidikan

30 Des 2009 Posted By: diknas (dilihat 18783 kali)



Oleh : Sri Ulina Hemalia Pelawi

Polemik yang terjadi dalam dunia pendidikan kita tampaknya tidak juga berkesudahan.

Sikap pemerintah yang secara tegas tetap ingin mempertahankan Ujian Nasional (UN), ternyata telah mengundang pro dan kontra dari sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat yang berkecimpung di dunia pendidikan.

Padahal sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) dalam keputusan kasasi telah meminta pemerintah untuk tidak melaksanakan UN dengan alasan pemerintah dinilai telah gagal dalam meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Tapi pemerintah, melalui Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Mohammad Nuh meminta semua pihak untuk berhenti memperdebatkan masalah UN karena pemerintah akan tetap memberlakukan kebijakan tersebut demi kemajuan dunia pendidikan. Menurutnya, menghentikan UN bukan merupakan solusi untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia masih memerlukan UN untuk mendorong siswa agar memiliki kompetensi tinggi sehingga mampu bersaing di era globalisasi yang lebih kompetitif (Analisa, Minggu, 6 Desember 2009).

Sikap pemerintah yang tetap ingin melaksanakan UN demi mendorong minat belajar siswa dengan memiliki kompetensi yang tinggi memang cukup beralasan. Karena bagaimanapun, dunia pendidikan kita masih memerlukan ujian kelulusan untuk mengetahui tingkat pemahaman dan kecerdasan siswa dalam menguasai berbagai mata pelajaran yang diajarkan gurunya di sekolah. Kalau tidak ada ujian, dikhawatirkan siswa akan malas belajar karena pengalaman telah menunjukkan, siswa baru akan membuka buku, mengulang dan menghafal pelajarannya kembali saat menjelang ujian.

Kalau tidak ada ujian, sebagian besar siswa kita sering disibukkan dengan aktifitas yang tidak berhubungan dengan pendidikan. Dengan adanya ujian, siswa mau tidak mau harus membuka dan menghafal buku pelajarannya kembali. Karena kalau tidak, mereka tidak akan bisa menjawab soal-soal dalam ujian nantinya. Perhitungan standar nilai kelulusan yang telah ditetapkan dalam UN memang seperti momok yang begitu menakutkan bagi siswa. Sehingga tidak ada jalan lain, kecuali giat belajar demi memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Kekeliruan

Pada dasarnya setiap siswa ingin memperoleh hasil ujian yang bagus agar bisa lulus. Begitu juga dengan orang tua dan guru. Mereka selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anak dan siswanya. Maka tak heran, menjelang dilaksanakannya UN, orang tua dan guru sering memerintahkan kepada anak-anak dan siswanya agar terus belajar, fokus pada ujian yang akan dihadapi agar bisa lulus ujian dengan hasil yang memuaskan. Tapi tahukah kita, sebenarnya ada kekeliruan yang selama ini tidak kita sadari dalam pelaksanaan UN yang sudah berulang kali dilaksanakan di negara kita.

Sebenarnya UN tidak lebih hanya merupakan ujian formalitas belaka karena fokus siswa hanya tertuju untuk menjawab soal-soal ujian saja. Siswa tidak diajak untuk memahami konteks persoalan pendidikan yang sesungguhnya. Apalagi selama ini kita sering mendengar adanya berbagai kecurangan dalam pelaksanaan UN. Ada siswa yang pandai di kelas, tiba-tiba tidak berhasil lulus ujian.

Tetapi sebaliknya, banyak siswa yang tingkat kecerdasannya di bawah rata-rata, malah bisa lulus UN. Apakah ini tidak menimbulkan tanda tanya dalam pemikiran kita? Apakah UN memang selalu dapat dijadikan alat ukur untuk menentukan lulus tidaknya siswa? Karena tidak dapat kita pungkiri, banyak permainan yang tidak "fair" dalam pelaksanaan UN selama ini, seperti maraknya kasus suap, kebocoran lembaran soal dan kunci jawaban, sampai pada lemahnya pengawasan pelaksanaan UN pada masing-masing sekolah. Belum lagi banyaknya dana yang harus dikeluarkan pemerintah untuk membiayai pelaksanaan UN. Kenyataan-kenyataan seperti inilah yang sesungguhnya harus segera disadari oleh pemerintah.

Konsep UN memang telah cukup baik, tetapi perlu adanya perubahan dalam format pelaksanaan UN ke depan. Standarisasi nilai kelulusan yang menyamaratakan untuk seluruh sekolah pada masing-masing wilayah di Indonesia pun harus dipertimbangkan kembali. Karena naiknya standarisasi nilai kelulusan UN di tahun 2009 yang lalu dirasakan sangat memberatkan siswa. Apalagi bagi siswa-siswa yang bersekolah di desa-desa atau di pelosok-pelosok negeri. Dengan segala keterbatasan sarana dan prasarana yang mereka miliki, ditambah lagi kurangnya tenaga pengajar (guru) yang berkualitas, mampukah siswa mencapai target, lulus UN dengan standar nilai kelulusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah?

Perlunya Perubahan

UN memang selalu mendatangkan permasalahan dalam setiap pelaksanaannya. Sebenarnya yang kita perlukan adalah sebuah perubahan dalam format pelaksanaan dan penilaiannya. Dalam format pelaksanaannya, UN tidak mesti harus dijadikan sebagai satu-satunya tolok ukur untuk menentukan kelulusan siswa. Karena kalau untuk menilai layak tidaknya siswa lulus, sepertinya masing-masing guru mata pelajaran yang mengajar di kelas, lebih tahu dan lebih mengerti tentang tingkat kompetensi keilmuan yang dimiliki oleh masing-masing siswanya. Bukankah sebelum dilaksanakannya UN, masing-masing siswa telah diuji dengan berbagai model ujian, seperti ujian bulanan, ujian tengah semester, ujian akhir semester atau ujian akhir sekolah.

Seharusnya hasil-hasil ujian seperti itu bisa dijadikan sebagai pertimbangan atau setidaknya dapat membantu kelulusan siswa. Jadi tidak hanya berpatokan pada penilaian hasil UN semata. Bisa jadi soal-soal yang diujikan dalam UN sering tidak sesuai dengan materi pelajaran yang diterima oleh masing-masing siswa di sekolahnya karena tidak semua guru yang berada di seluruh wilayah di Indonesia ikut dilibatkan dalam proses pembuatan soal UN.

Permasalahan-permasalahan inilah yang seharusnya dapat segera kita cermati dan harus ada upaya untuk melakukan perbaikan demi menghasilkan lulusan yang benar-benar berkualitas. Permasalahan lain yang juga harus mendapat sorotan adalah masalah profesionalisme guru. Kalau kita menginginkan agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal UN, maka guru juga harus memiliki andil.

Guru juga harus memiliki kesadaran bahwa keberhasilan siswa sangat ditentukan oleh keseriusan, ketekunan dan kerja kerasnya dalam mengajar. Guru bukan hanya dituntut untuk memiliki kompetensi pedagogik dan keilmuan yang matang, tetapi guru juga dituntut untuk dapat memahami kondisi siswa di kelas. Sehingga guru dapat menerapkan metode belajar-mengajar yang tepat, agar ilmu yang diajarkannya benar-benar dapat ditangkap dan dimengerti oleh siswa-siswanya. Selanjutnya, peran orang tua sebagai pengontrol, agar anak-anaknya terus aktif belajar di rumah, juga harus lebih ditingkatkan.

Jadi permasalahan UN sebenarnya bukan hanya masalah penilaian dan pengukuran, tetapi juga menyangkut banyak aspek yang melibatkan berbagai elemen pendidikan. Kalau pemerintah tetap ingin melaksanakan UN, berarti pemerintah harus segera menerapkan format penilaian ujian yang baru yang benar-benar "fair" dan bersih sehingga tidak mengecewakan siswa.

Kalau pemerintah menginginkan hasil UN yang benar-benar berkualitas dan memuaskan, berarti mulai sekarang pemerintah harus mempersenjatai seluruh siswa yang ada di Indonesia dengan materi-materi pelajaran dan keilmuan sesuai dengan materi-materi soal ujian yang nantinya akan diujikan dalam UN. Ini berarti pemerintah harus segera melengkapi berbagai sarana dan prasarana pendidikan yang masih kurang dan membekali guru dengan berbagi pelatihan demi meningkatkan penguasaan keilmuannya.

Kalau berbagai kekurangan dan permasalahan yang telah disebutkan di atas sudah dapat diatasi, maka tinggal menentukan kelulusan siswa dengan model (format) ujian yang nantinya akan dilaksanakan. Sehingga tidak ada kecurangan dan kekecewaan yang nantinya ditimbulkan dari sebuah pelaksanaan ujian, seperti UN. Apapun keputusan pemerintah, kita cuma bisa berharap, semoga semua upaya yang dilakukan demi kemajuan pendidikan di negara kita.***

sumber: http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=39062:polemik-un-dan-upaya-memajukan-dunia-pendidikan-&catid=78:umum&Itemid=139

Kembali